WELCOME

For everyone who love classical stories
from many centuries until millenium
with some great story-teller around the world
these is just some compilation of epic-stories
that I've read and loved so many times
... an everlasting stories and memories ...

Translate

Tuesday, April 21, 2015

Books "PONTIUS PILATE"

Books “PONTIUS PILATUS”
Judul Asli : PONTIUS PILATE
Copyright © 1968 by Paul L. Maier
Penerbit Dioma Publishing
Alih Bahasa : FX. Bambang Kussriyanto
Editor : L. Heru Susanto Pr.
Layout : Lusia Susanti  
Desain sampul : Ginanjar Pratama
Cetakan I : September 2009 ; 320 hlm ; ISBN 978-979-26-1437-4 (Part I)
Cetakan I : Oktober 2009 ; 300 hlm ; ISBN 978-979-26-1440-4 (Part II)
Harga Normal : Rp. 00.000,- | pinjam Fanda
Rate : 4 of 5

Banyak orang mengingat Pilatus sebagai sosok yang menghukum mati Yesus Kristus – Putra Bapa yang diutus untuk menebus dosa-dosa umat manusia. Namanya juga paling sering disebut bukan sekedar dalam sejarah Roma melainkan dalam Kredo Aku Percaya yang acapkali dikumandangkan oleh para umat Kristiani (Katholik Roma). Namun siapakah sebenarnya sosok Pontius Pilatus, dari mana ia berasal dan bagaimana sebenarnya peran dirinya sepanjang sejarah yang tertulis menyangkut titik awal penyebaran ajaran baru oleh Kristus. Layaknya sebuah fiksi historis, seorang penulis bebas melakukan interpretasi terhadap fakta-fakta sejarah yang hendak ditampilkan. Menyangkut kebenaran dan fakta sepanjang kisah ini, penulis sengaja tidak banyak merubah dari latar belakang, nama karakter dan peran serta mereka sesuai yang tercatat dalam sejarah. Walau demikian, tulisan ini tetap mampu memikat diriku layaknya membaca sebuah karya fiksi, dengan mengangkat narasi serta dialog-dialog yang hidup, alih-alih sekedar catatan sejarah atau dokumentasi yang membosankan.



Kisah diawali pada jaman pemerintahan Tiberius Caesar Augustus, yang telah menjabat sebagai princeps (= warga nomor satu : Kaisar Roma) selama 12 tahun, dengan prestasi yang cukup bagus tanpa kelebihan khusus yang menonjol sebagaimana leluhurnya yang gemar melakukan invasi dan perombakan besar-besaran. Dalam kehidupan pribadi, ia tak terlalu berhasil bahkan tidak dikarunia keturunan langsung, semenjak putra tunggalnya meninggal karena ‘penyakit’ aneh. Tiberius telah belajar untuk tidak mempercayai siapa pun, dengan perkecualian hubungan dekatnya dengan L. Aelius Sejanus yang menjabat sebagai prefek (komandan Pasukan Pretorian, pasukan elite pelindung kaisar). Sejanus meniti karir dari bawah dan dengan cepat mengalami kenaikan karir akibat prestasi yang menakjubkan. Kepercayaan Tiberius terhadap Sejanus mengundang permusuhan dari pihak Agrippina – janda kemenakan Tiberius yang menginginkan keturunannya sebagai satu-satunya kerabat terdekat kaisar, sebagai penerus alih-alih diberikan kepada orang asing (Sejanus bukan orang Romawi asli).

Lalu dimana gerangan peran serta Pilatus dalam kisah ini ? Pontius Pilatus merupakan salah satu ‘pion’ yang digunakan oleh Sejanus dalam memperkuat pertahanannya dalam dunia percaturan perebutan kekuasaan di Roma. Ambisi dan impian Sejanus untuk memperbesar kekuatan serta kejayaan Roma, dimulai dengan menata-ulang bangsa Yahudi yang sulit untuk dikendalikan. Populasi bangsa Yahudi sebagai bagian dari kekuasaan Romawi yang terbesar adalah di Yudea, dan di sinilah Pontius Pilatus dipromosikan untuk menjabat sebagai gubernur Yudea, memboyong pengantin barunya, Procula – dengan misi khusus untuk ‘me-Romanisasi’ Yudea : wilayah yang paling sering mengalami pergolakan karena bangsa-bangsa yang tinggal di kawasan tersebut memiliki aturan tersendiri sebagai dasar keyakinan baik secara politik maupun agama. Dalam waktu yang cukup singkat, Pontius Pilatus menyadari beratnya tantangan yang harus ia hadapi, karena misi yang ia emban memiliki banyak pertentangan dari penguasa-penguasa lokal, ditambah dengan ketidak-pedulian pejabat Roma untuk mengetahui situasi sebenarnya.

Dalam kisah ini, pembaca juga akan diperkenalkan pada pejabat penting di Yudea yang memiliki andil dalam mengubah catatan sejarah, di antaranya adalah keturunan Herodes (Herodes Antipas, Herodes Filipus, Herodes dan Filipus) yang sibuk dengan aneka pertikaian antar keluarga mereka sendiri hingga perbuatan-perbuatan yang dikecam karena melanggar aturan agama (seperti merebut istri / suami dari saudaranya, menikahi anak tiri hingga kemenakan sendiri), namun masih sempat membuat Pilatus kelabakan dengan kebijakan-kebijakan yang sengaja mempersulit posisinya sebagai gubernur Yudea. Di sisi lain ada kelompok Sanhedrin – Majelis Tinggi Agama, yang lebih berperan penting sebagai dewan senat bangsa Yahudi di Yudea, dengan pemimpinnya, Imam Agung Yusuf Kayafas turut menambah maraknya pertikaian yang menjadi awal dari pergolakan dalam kancah politik antara Yudea dan Roma. Jika catatan sejarah lebih menyoroti akan kelahiran sang penyelamat yang kelak disebut sebagai Raja Yahudi, hingga kematiannya yang cukup mengerikan melalui serangkaian siksaan dan derita hingga ajal menjemput, kisah ini juga menyajikan sudut pandang yang berbeda dari pihak Roma melalui narasi Pontius Pilatus.

Kejayaan kerajaan Romawi yang tak pernah lepas dari tragedi berdarah menyangkut perebutan kekuasaan tiada henti, dibuka oleh sosok Tiberius yang menutupi pintu hatinya akibat pengkhianatan demi pengkhianatan untuk menyingkirkan orang-orang yang ia kasihi maupun pendukungnya, merubah sosok pria brilian menjadi orang yang senantiasa mencurigai siapa pun di sekelilingnya. Pilatus menjalani masa-masa penuh ketakutan akan nyawanya serta keselamatan keluarganya akibat penguasa yang bisa dikatakan ‘sakit jiwa’ semenjak pemerintahan Tiberius, disusul penggantinya Gaius Caligula yang jauh lebih keji hingga masa-masa pemberontakan untuk menggulingkan pemerintahan kerajaan Romawi dan mengembalikan status kekuasaan ke tangan Senat. Hidup Pilatus sebagai pejabat negara yang cukup terpandang, justru membuat dirinya bagaikan hidup di ujung tanduk yang setiap saat harus bersiap-siap jika diperintahkan ‘terjun’ ke jurang atau tenggelam di dasar laut – kurang lebih demikian gambaran tentang seberapa kuat kuasa dan pengaruh Kaisar Roma. Pilatus – sebagai pejabat resmi Yudea, justru merasakan bagai ‘bola ping-pong’ yang tidak tahu ke arah mana ia harus melangkah, terjepit antara perintah Roma, keinginan Herodes dan sekutunya, serta ketidak-patuhan kaum Sanhedrin.

Sekedar mengenal sosok Pilatus yang lebih dikenal orang yang tidak berani mengambil keputusan dan memilih ‘cuci-tangan’ dalam mengambil keputusan atas pengadilan Yesus Kristus, melalui kisah ini, diriku lebih memahami pergulatan batin dan pikiran Pilatus dari sudut pandang pribadi yang di-hidupkan oleh sang penulis. Walau terasa bagaikan membaca sebuah sajian fiksi, penulis justru menekankan bahwa karya ini merupakan ‘semi-otobiografi’ Pontius Pilatus yang diperoleh dari hasil riset sejarah-sejarah yang tercatat dan pendalaman tafsir Alkitab, tanpa banyak merubah fakta dan detil, dengan perkecualian masuknya persepsi sang penulis atas karakter ini. Secara pribadi, diriku termasuk yang mempersalahkan Pilatus sebagai sosok yang berperan atas kematian Yesus, namun penafsiran dari sudut pandang yang berbeda, mengungkapkan bahwa hal itu terjadi (termasuk penyiksaan yang dialami Kristus) karena kehendak Allah – bahwa Putra-Nya harus menjalani penghinaan, penderitaan dan kesakitan demi menebus dosa manusia. Jujur, diriku tidak seratus persen meyakini hal tersebut, karena bagaimana pun, Alkitab juga merupakan hasil penafsiran dan persepsi ahli-ahli Taurat, Sejarah dan Gereja, yang bisa mengalami perbedaan satu sama lain.


Pertanyaan demi pertanyaan yang muncul berdasarkan nalar dan logika, yang juga acapkali menyebabkan pertikaian antara ilmuwan (atau sejarahawan) dengan rohaniwan yang lebih memegang ‘keyakinan’ di atas logika, ditampilkan pula melalui karakter Pilatus yang hingga akhir masih mempertanyakan kebenaran akan Kristus, apakah benar ia sengaja tewas disalib untuk menebus dosa manusia, dan bagaimana mayatnya hilang tanpa jejak, hanya dikabarkan bahwa Ia telah ‘bangkit’ ... Selain sajian catatan fakta dan sejarah, yang mempertanyakan keabsahan keyakinan baru umat Kristiani yang bangkit melanda masyarakat Roma pada masa itu, penulis bukan sekedar memberikan kisah melodrama atau kontroversial dalam kebenaran dibalik kebenaran – penulis juga memgingatkan bahwa tujuan utama kedatangan Kristus adalah untuk menyatukan perbedaan yang menimbulkan perpecahan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Apa pun ras, warna kulit, bahasa, budaya, bahkan (nama) keyakinan masing-masing, semuanya bersumber pada satu hal yang sama, dan perdamaian serta cinta kasih terhadap sesama (terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh) merupakan pelajaran utama yang harus menjadi pegangan hidup umat manusia. Sungguh sesuatu yang luar biasa (dan ambisius dalam tolak ukur manusia), jika ini adalah misi yang di-emban oleh para rasul pada periode masa yang penuh gejolak dan pertikaian silih berganti.
“Kedatangannya membuktikan bahwa kekristenan lebih dari sekedar cabang istimewa agama Yahudi : sekarang orang asing pun, orang kafir yang tidak mengenal Allah, diterima di dalam iman sama seperti orang Yahudi. Karena sesungguhnya, Allah tidak membeda-bedakan orang, setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran akan diterima oleh-Nya dan berkenan kepada-Nya.” [ p. 266 | Pontius Pilatus - Part II ]
Best Regards,

@HobbyBuku

No comments :

Post a Comment